Kamis, 14 April 2011

Fenomena Malinda Pembobol Citibank .





Kasus pembobolan dana nasabah Citibank beberapa hari lalu cukup membuat masyarakat terhenyak. Bukan saja nilai kerugiannya yang mencapai puluhan miliar, namun juga sosok pelakunya yang cukup fenomenal. Cantik dan punya jabatan strategis di struktur bank bersangkutan.
Tak salah kalau orang lalu berpikiran, ternyata menabung di bank sama saja tidak aman. Mungkin ada  sebagian orang  berpikiran, ah, risiko itu kan untuk nasabah-nasabah dengan nilai simpanan yang tinggi. Atau ada pula yang beranggapan dengan santai, itu cuma accident.
Orang memang bebas berinterpretasi atas sebuah fakta peristiwa. Namun mencuatnya kasus pembobolan dana nasabah bank BRI Cabang Solo Baru, sedikit banyak makin menguatkan anggapan bahwa menabung di bank memang tidak aman.
Bagaimana tidak, seorang pegawai outsourching bank sampai dapat mengelabui, mencari celah-celah kejahatan dan akhirnya membobol dana nasabah. 
Dihitung-hitung secara finansial, kerugian pembobolan BRI senilai Rp 500-an juta memang tidak tergolong istimewa. Secara bodoh-bodohan saja, untuk sebuah kejahatan perbankan, ini boleh dianggap sebagai kejahatan kelas teri.
Namun, melihat dua kejahatan perbankan di atas, persoalan utamanya bukan terletak pada besar kecilnya nilai kejahatan atau kerugian yang diderita nasabah. Melainkan pada sistem kerja dan mental kerja karyawan, maupun sistem pengamanan dana nasabah yang bisa jadi masih bolong di sana-sini.
Buktinya, evaluasi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa sistem kerja di Citibank memang menyalahi standar operasional bank. Salah satunya, tidak adanya supervisi dari atasan maupun lamanya proses rotasi karyawan dan lain-lain.
Begitu pula, BI juga ternyata menemukan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) di BRI Cabang Solo Baru. Hal itu masih ditambah lemahnya sistem pengawasan, sehingga seorang karyawan outsourching mampu membobol rekening nasabah.
Ujaran Pemimpin BI Solo, Doni P Joewono patut dicatat, bahwa sekuat apapun sistem pengawasan internal sebuah bank, bila dibobol orang dalam, tetap saja tidak terlindung. Secara tersirat pernyataan itu hendak menegaskan bahwa kunci utama keamanan dana nasabah adalah pada mental orang dalam.
Karena itu, di samping pengusutan secara hukum harus tetap berjalan, aparat penegak hukum harus tegas menjatuhkan sanksi setimpal sesuai undang-undang, untuk memberikan efek jera. Sementara secara internal, bank bersangkutan harus melakukan pembenahan demi meningkatkan pengamanan dana nasabah. Bukankah jaminan keamanan merupakan bagian dari kualitas layanan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar